Hola gais! Como estas?
Hmm.. jadi gini, baru-baru ini di FYP saya ada postingan lewat yang isi kontennya adalah kupas tuntas budget liburan ke Inggris (London sampai Manchester), dan kesimpulannya minimal budget yang dibutuhin buat ke Inggris itu mulai dari 40 juta-an per orang. “Lha masa iya sih?”, saya refleks. Kalo habis segitu, pulang-pulang dari UK dulu saya pasti bangkrut dan enggak punya duid buat beli makan, hahaha. Tapi bisa aja sih si Kontener-nya habis segitu, bahkan bisa lebih mahal. Semua kan sangat tergantung sama tipe liburannya ya, ransel atau koper. Tapi apakah kita musti punya minimal tabungan 40 juta buat travelling ke Inggris ya? Iya, begitu lebih baik, tapi kamu masih bisa liburan ke Inggris dengan budget lebih murah dari itu kok.
“Habis berapa?” adalah FAQ nomor wahid yang suka ditanyakan teman-temin ke saya sepulang dari travelling. Dan biasanya saya akan menjawab asal berapa yang sudah saya keluarkan, yha besarannya aja. Itu karena saya hampir tidak pernah menghitung secara detil pengeluaran saya berapa saat travelling. Kenapa? Karena saya terlalu malas mencatat dan lupaan lagi, akhirnya selalu “yaudah lah udah terjadi ini”. Hehe. Tapi walaupun begitu, saya bukannya tidak menetapkan budget ya, gila kali kalo enggak. Nanti pas pulang travelling bisa-bisa saya harus tirakat puasa Daud, walaupun puasa menyehatkan sih. Tapi alangkah baiknya trigger-nya bukan karena duid-nya habis ygy. Wkwk. Karena si Kontener tadi, saya jadi penasaran dan ikutan menghitung pengeluaran saya di trip kemarin. Saya coba share ya gaes itinerary plus berapa yang saya habiskan di Spanyol kemarin. Barangkali bisa jadi inpoh yang berguna buat manteman kan…
Hari ke-1 : Terbang Marathon +/- 17 Jam, Deg-degqueeen~
Akhirnyaaa, penantian 2 tahun saya datang juga. Saya beli tiket ke Eropa itu tahun 2019 dengan jadwal keberangkatan sekitar pertengahan Agustus 2020 dan harganya sekitar 6,9 juta PP. Sebenarnya destinasi awal saya tidak ke Spanyol, tapi ke Amsterdam. Dari Amsterdam, rencananya mau lanjut antara ke Iceland, Skandinavia, atau Eropa Timur. Gaya bat dah ah! Hihi. Trus covid, Emirates bikin kebijakan status tiketnya menjadi open ticket dan kita bisa ganti destinasi kemana pun di Eropa. Bijaksana sekali, Luv deh! Akhirnya kami pilih destinasi ke Zurich biar kayak orang-orang, tapi ternyata budget-nya bikin jiper, hahaha. Alhasil kami melipir ke sebelahnya. Oh ya! Ganti destinasi ini dikenakan charge sekitar 500 ribu, jadi untuk tiket PP Jakarta-Zurich biayanya sekitar 7,4 juta gais.
Mungkin di atas Iran, Bakhtegan National Park…? |
Pesawat saya berangkat pukul 00.40 WIB dini hari dan sampai jam 05.30 pagi waktu Dubai untuk transit, atau sekitar 8 jam terbang. Duh! Saya deg-deg banget sampai mules karena sudah lama tidak terbang selama itu plus suudzon bakal ada turbulence di atas daerah India. Realitanya sih saya tidur mulu di pesawat, bangun kalo ada makanan doang, dan enggak ngerasain apa-apa. Ada untungnya juga kecapekan kerja, wkwk. Saya transit sekitar 3 jam dan terbang lagi ke Zurich jam 08.40. Perjalanan ke Zurich itu sekitar 7 jam-an lah, dan saya naik pesawat tingkat dua gitu gais... Cabin atas buat First/Business Class, Cabin bawah buat Eco Class. Saat itu saya girang banget karena baru pertama kalinya lihat pesawat tingkat dua gituuu, kayak bus aja. Katrox mode, hihihi.
Perjalanan lancar dan kami sampai tepat waktu di Zurich sekitar pukul 13.30 siang. Saat masuk terminal, ambience "slow living" kek di Jogja langsung terasa karena suasana Bandara-nya terkesan lengang gitu. Ditengah lamunan menunggu antrian check in Imigrasi, Agung bilang kalo dia khawatir Petugas Imigrasi akan nanya macem-macem karena visa kami Schengen Spanyol tapi masuk dari Swiss. Deg-deg-queen dong sayah! Saya maju setelah menata ekspresi muka setenang mungkin. Petugas nyocokin foto dan muka saya lalu bilang, ”berarti kamu harus buruan ke terminal "domestik" (antar eropa, red.) dong!”. “Eh, pardon? Oh ya..a…”, kata saya tergagap. Dia lalu cap cap, “Have a nice trip!”, katanya lagi. Saya malah blank dan sadar setelah sekian detik kemudian, “Hey Fir! Welcome to Europe!”, kata saya dalam hati. Berbunga-bunga sekali. Surreal gitu rasanya, wkwk. Perjalanan kami hari itu berlanjut ke Madrid. Penerbangan Zurich ke Madrid butuh waktu sekitar 2 jam 15 menit. Kami naik Air Europa (dapat harga sekitar 1 juta), dengan drama delay-nya yang lama banget kek Li*n amsyong!
Flughafen Zuerich, bandara yang hemat energi! |
Hari ke-2 : Tepos pantat ini...
Kami mendarat di Madrid hampir tengah malam gara-gara delay itu dan masih belum bisa selonjorin kaki karena harus buruan ke stasiun bus. Bus kami ke Granada berangkat jam 01.30 dini hari dan akan sampai jam 06.30, berapa jam saudara-saudara? yak betul, 5 jam! Jadi mari kita hitung bersama lama perjalanan saya dari Jakarta, 8+3+7+3+2+5 = 28 jam! Hahaha... Bayangkan betapa lusuhnya muka kami, lepeknya rambut kami, dan tentu saja tepos banget pantat inih. Untungnya enggak sampai lecet sih, cuma kalo duduk kayak enggak berasa lagi, wkwkwk.
"Untungnya ada tiket mas Gepeng sama Justin fir, jadi kita bisa pakai 2 kursi nih!", memang selalu ada hikmah dibalik cobaan ya... Cobaannya Justin & mas Gepeng, ekekek. Setelah mondar-mondar nyeret koper, makan malam seadanya, diusir Satpam, akhirnya bus yang ditunggu-tunggu datang. Awalnya saya pikir, okelah setidaknya saya bisa tidur di bus abis ini soalnya kelas busnya comfort. Saya membayangkan ini sleeper bus, jadi bisa selonjoran bahkan rebahan gitu. Ternyata? Yha, bus eksekutif biasa gais. Saya makin enggak bisa merasakan pantat saya... hahaha. Anyway, harga tiket bus Madrid - Granada (PP) itu sekitar 650K.
Suasana ruang tunggu di terminal bis Madrid dini hari itu. |
Jam 08.30 kami check in Hostel. Ini bukannya jarak stasiun bus dan Hostel jauh dan butuh 2 jam perjalanan ya, tapi karena receptionist Hostel tidak stand by 24 jam dan kami tidak bisa early check in. Saya tidak yakin apakah best practice-nya memang begitu di Yurop, tapi Hostel yg di Zurich gitu juga soalnya. Jadi kami enggak bisa tu duduk-duduk dulu di lobi sambil nunggu waktu check in, duduknya di luar nongkrong pinggir jalan. Kesian. Anyway, biaya Hostel di Granada sekitar 400K/malam/bunk bed, sekamar ber-6 cewek semua.
Sisa hari itu kami habiskan untuk explore kota Granada, setelah dapat penjelasan yang informatif dari mbak receptionist. “Jangan ngikutin gmaps, ikutin peta manual ini aja biar enggak tersesat”, itu pesannya. Rasa lelah pagi tadi rasanya hilang begitu saja setelah melihat kota yang indah. Enggak deng! Itu kami tidur sampai siang dulu deng… hehehe. Saat melihat banyak orang lalu lalang di jalanan kota yang panjang, rasanya bersyukur sekali dunia (khusunya bagian Spanyol) sudah membaik. Interaksi sudah natural lagi, tanpa masker, prokes, dan scan Peduli Lindungi.
Hari ke-3 : Hiking 12-an jam di suhu 34 derajat? Gaaasss!
Summer kemarin ada heatwave di Eropa, termasuk di Spanyol, dan suhu udaranya rata-rata diatas 40 derajat. Berita-beritanya cukup bikin gelisah, misalnya kebakaran lah, kualitas udara yang sangat buruk lah, banyak korban meninggal, yang negatif-negatif gitu deh. Agung sempat kontak temennya yang orang Spanyol buat mastiin situasi real-nya, dan untungnya kabar dari temen Agung enggak se-negatif berita di media. Ah, di Jakarta juga kan panasnya naudzubillah ya, nyelekit di kulit dan bikin pusing. Apalagi saya sebelumnya sudah pernah merasakan gimana rasanya dihajar panasnya “neraka” bagian Vietnam, bisa laaah bisaaa…, kata saya meyakinkan diri.
Di hari ketiga ini kami masih di Granada. Hari itu hari yang bersejarah karena akhirnya saya ke Alhambra. Ihiy! Saya sudah excited dari subuh membayangkan bisa berlarian di taman surga dunia. Wkwk. Seperti layaknya surga sebenarnya yang tidak mudah menggapainya, surga dunia yang ini pun penuh perjuangan. Kenapa? Karena pagi itu papan indikator suhu udara yang ada di tengah kota angkanya 34 derajat! Saya langsung kena mental, ini Granada apa Bekasi sih ya Allah? 😖 Tapi... masa sudah jalan jauh 28 jam kesini ciut sama panas ye kan. Akhirnya kami menyeret kaki dan mendaki dengan semangat, matanya sambil riyip-riyip karena saking teriknya. Kalo di Eropa, panasnya itu terik tapi kalo kita dibalik bangunan hawanya langsung sejuk gitu. Seinget saya gerahnya enggak heboh, tidak sama seperti saat antri beli nasi penyet di sekitaran BW (Bendungan Walahar), balik-balik bau gorengan lagi. Bedanya lagi sekaligus plusnya, di kawasan Alhambra itu ada banyak tap water yang airnya sejyuk, jadi kita enggak perlu cemas bakal kehausan pas explore tamannya yang luwas. Dan karena gratis, jadinya enggak boros juga, mantap kan!
Pintu masuk ke taman Alhambra, cemaranya byutipul! |
Cerita tentang Granada dan Alhambra beberapa sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, baca dong gais! Hehe. Anyway ada alternatif selain jalan kaki enggak sih? Ada, please google for further information, xoxo. Kalo naik bus jatohnya itu lebih jauh karena harus muter, kata mbak receiptionist. Kalo naik taksi bisa sampai di depan Granada Palacio De Carlos (depan pintu masuk ke Nasrid Palace). Kami enggak mau melewatkan setiap gang-gang cantik dan “memotret” detilnya dalam ingatan kami, jadi kami pilih jalan kaki seharian itu walaupun terseok-seok. Hehe. Anyway, masuk ke kawasan Alhambra khususnya Nasrid Palace, Alcazaba, Partal, Generalife harus pakai tiket. Waktu itu Agung beli tikenya online seharga 14 EUR atau 230k IDR per orang. Tiketnya sangat disarankan dibeli online, in advance ya karena konon katanya cepet banget ludesnya.
Hari ke-4 : Nongkrong di sekitaran Istana
“Assalamualaikum Princess Leonor”, kata saya iseng. “Royal Family enggak tinggal disini fir”, kata Agung. Enggak kok, saya enggak malu. Udah biasa Agung mah membenarkan yang salah gitu. Hahaha. Di hari ke-4 ini kami menghabiskan sore ala orang lokal, nongkrong-nongkrong di Plaza Mayor dan sekitaran Palacio Real de Madrid. “Real itu kalo di bahasa inggris artinya Royal..”, kata Agung memulai tour sore itu. Sebenarnya ini pengetahuan umum yang bisa kamu dapat dalam sekali browsing, tapi karena saya enggak pernah google ya jadinya gumunan—mudah antusias. Wkwk. Oh, makanya ada mahkota di emblemnya, sekarang jadi masuk akal, kata saya dalam hati. Btw, “Real” itu gelar kehormatan yang dikasih langsung oleh King Alfonso XIII ke club bola itu.
Sore itu, anak muda, orang tua, balita, bayi, semuanya tumpah ruah di sekitaran istana terbesar di Eropa itu. Beberapa sibuk foto, beberapa haha-hihi, main bola, duduk-duduk sambil dengerin pengamen, ato jalan tanpa arah sambil minum es soda warna biru (ini sih 2 orang turis Indonesia). Selain bangunan yang megah, sekitaran istana itu juga ada taman luwas, diantaranya taman dengan labirin pohon cemara pendek gitu. Banyak sih yang bisa di-explore dan asik buat sekedar JJS gitu. Menikmati sore di sekitaran rumah Leonor ini gratis ya gais. Wajib beli tiket kalo mau masuk istana. Se-fruit info, karena saking luasnya istana ini, part istana yang dibuka untuk turis enggak selalu sama, plus ada waktu-waktu dimana kamu bisa masuk istana tanpa tiket a.k.a gratis. Palingan kamu harus ekstra sabar karena antrian masuknya mengular naga panjangnya.
Oh ya! Kenapa tiba-tiba di Madrid ya? Hehehe. Sebenarnya setelah mondar-mandir kurang lebih 12 jam di Granada, dini harinya kami otw balik ke Madrid pakai bis yang sama. Bagi sobat Backpakcer, naik overnight bus seperti ini adalah salah satu tips mengurangi biaya penginapan. Tapi enggak disarankan seperti perjalanan kami di awal ya, itu remuk beneran… hiks. Kami sampai di Madrid setengah 7 pagi saat kota masih sangat sepi. Saya suka banget datang saat pemandangan kota masih sepi gitu, damai sentosa dan menghemat energi saya. Hostel kami kali ini ada ditengah kota, deket stasiun MRT. Host-nya baik lagi bolehin kami early check in. Jadi kami bisa ngelanjutin tidur dan baru keluar lagi sore-sore. Biaya Hostel-nya waktu itu sekitar IDR 250k/malam/bunk bed sekamar isi 8 orang.
Tidak tau mau pose apa, mataharinya terik sangat! Emang lugu juga sih anaknya… >,< |
Hari ke-5 : Toledo in a Day!
Toledo adalah kota tua di sebelah selatan Madrid sekaligus ibukota Spanyol. Salaaah! Klean enggak percaya? coba google aja. Hari ke-5 ini kami ke Toledo naik kereta, wihiyy! salah satu bucket list saya, naik kereta di Eropa, akhirnya terwujud. Sejujurnya maunya naik kereta yang di Swiss itu, tapi budget saya belum siap, wkwk. Jadi enggak apa-apalah naik keretanya di Spanyol, sambil berharap pemandangannya 10/12 lah dari Swiss. Toledo enggak jauh-jauh amat dari Madrid dan bisa ditempuh dalam satu jam perjalanan dengan mobil/bus dan setengah jam dengan high-speed train, nanggung kan? baru duduk udah sampai aja. Hal lain yang lebih mengejutkan lagi adalah pemandangan di luar gerbong kereta, yaitu hamparan tanah kosong yang gersang dan nampak sangat tandus dengan rerumputan kering. Apa ini? masih di Eropa kah saya ini? "Kan Spanyol deket sama Afrika Utara Fir, jadi geografisnya ada mirip-miripnya...", kata Guide saya. Hehe.
Saya merasa agak nyesel sebenernya ke Toledo. Bukan karena pemandangannya yang tandus plus teriknya matahari hari itu, tapi karena saya datang tanpa bekal wawasan yang cukup. Kenapa gitu? karena Toledo punya sejarah dan kisah yang panjang dan sangat old sampai disebut Jewel of Central Spain. Kalo lagi selo, coba search "Toledo" di maps deh. Letaknya hampir benar-benar di tengah Spanyol, begitu juga Madrid. Entah kebetulan atau tidak, kalo memang nenek moyang orang Spanyol dulu lebih suka milih ibu kota yang lokasinya di tengah, milih center-nya keren sih ini. Cocoklogi. Hehe.
TMI : foto saya di Toledo ini template-nya naro tas depan dada semua gini 😅 |
Jadi ada apa di Toledo? Toledo adalah “museum” berbentuk kota yang kamu bisa jelajahi gratis, kalo jalan kaki. Sebelumnya saya sudah cerita kan kalo disana banyak bangunan tinggi dan lorong-lorong seperti labirin, ternyata… Toledo memang dinobatkan sebagai a city with the most confusing street layout in Spain. Lho kan pantesan… Feature lainnya, Toledo ini adalah kota superlatif misalnya, Toledo Cathedral adalah salah satu yang terbesar di Spanyol, lalu ada bel gereja seberat 20 ton berumur 18 abad yang juga terbesar di Spanyol, labirin jalan yang sulit tadi juga termasuk salah satunya. Waktu main kesana saya belum tahu apa-apa jadi cuma jalan tanpa arah sama foto-foto. Walaupun foto-foto bukan berarti enggak menyenangkan sih, tapi kalo sudah tahu fun fact-nya kan lebih relate ya.
Jadi apakah seharian di Toledo cukup? Cukup. Seinget saya kereta terakhir ke Madrid juga cukup malem sih jadi bisa dimaksimalkan. Sebaiknya baca-baca dulu sebelum kesana atau copy itin-nya tour gitu biar enggak terlalu tersesat. Tapi tersesat juga baik sih, jadi kita bisa explore spot yang enggak ramai turis atau nemu hidden gem. Jadi gimana? Terserah pemirsah! heheh, kalo saya sih 50:50 ya. Main di Toledo hari itu kami tutup dengan cari oleh-oleh. Saat keliling saya melihat tempelan kulkas dengan tulisan Allah/Muhammad berdampingan dengan yang bergambar menorah, serta salib. Hmm? Pemandangan baru buat saya. Kenapa ya kok begitu? Karena Toledo dahulu kala pernah diduduki tiga budaya yang direpresentasikan oleh tiga agama yaitu islam, yahudi, dan kristen, jadi disana ada masjid, sinagoge, dan katedral. Anyway, tiket kereta dari Madrid ke Toledo (PP) bisa kamu beli langsung di stasiun seharga IDR 350k gais.
Hari ke-6 : Segoviaaa, 17 Agustus 2022
“Ini baru Eropa guuung…”, teriak saya kegirangan pas sampai Segovia yang hawanya sejuk dingin seperti musim semi. Rasanya saya seperti dapat doorprize hadiah kedua (karena yang pertama Granada) setelah seumur-umur berharap tapi tidak pernah dapat, bahagia tiada taraaa. Saya ingat saya berjalan sambil lari-lari kecil saking excited-nya dan minta Agung fotoin saya di depan Segovia Aqueduct. “Tumben!?”, saya membatin nyindir diri sendiri. Se-happy itu saya di Segovia! Hanya karena udaranya dingin? Tentu saja tidaaak…
Kami ke Segovia naik kereta juga dari Madrid, harga tiketnya sama seperti ke Toledo sekitar 350k IDR PP plus 60k IDR biaya bus dari dan ke stasiun. Perjalanan Madrid-Segovia butuh waktu hanya sekitar 1 jam-an naik kereta atau naik mobil. Behubung pemandangan sepanjang perjalanan ke Toledo kemarin membosankan, saya jadi tidak begitu memperhatikan jendela selama perjalanan ini. Bahkan di ingatan saya, saya tiba-tiba ada di depan Stasiun Guiomar. Tidak, saya tidak teleportasi dan tidak ada yang aneh selama perjalanan kok. Saya justru merasakan hal yang sangat aneh saat sampai stasiun. Perasaan seperti saat kita baru tidur nyenyak sepuluh menit lalu terbangun karena kaget, blank gitu. Bukan karena dihipnotis orang atau gimana sih, tapi pemandangan di depan saya yang seperti wallpaper Windows sungguh membuat tubuh saya otomatis freeze dengan pose bibir seperti mulut ikan koi. Tau kan gais? Wkwk. Bahkan rasanya seperti saya menjadi bagian dari wallpaper-nya, karena posisi Stasiun Guiomar ini ada di tengah hamparan tanah berbukit dengan langit yang biruw plus awan kinton yang bergerak dan membuat bayangan di atas bukit. Jadi ada efek terang gelap di atas bukit gitu lho gais. Semakin lama memandang, kesan magisnya makin terasa. Subhanallah!
Sapi-sapi bahagia yang merumput sambil menikmati pemandangan indah. |
Segovia adalah salah satu dari banyak kota tua di Spanyol, yang terkenal dengan Aqueduct atau saluran air berbentuk seperti jembatan. Eh, pegimana? Iya emang membingungkan karena bangunannya lebih mirip jembatan karena tinggi dan megah banget. Saya malah sempat salah mengira kalo itu benteng, “ini kan saluran air fir!”, jawab Agung keheranan setelah saya nanya benteng ini namanya apa. Duh, fir… please! Diem aja lah…, kata saya dalam hati. Aqueduct ini dibangun oleh Romawi—mungkin ini alasan bentuk bangunannya banyak lengkungan mirip Colosseum—menggunakan batu granit hitam tanpa semen. Pemikiran orang Romawi ini emang maju banget, nenek moyang teknik sipil nih kayaknya. Keren! Konon katanya air yang “diangkut” dari aqueduct ini lebih segar dan sehat, hmm… masuk akal. Selain aqueduct, berjalan-jalan di Segovia juga seperti stepping into time machine karena ada Alcazar, Gereja, Katedral, rumah, dan jalanan di kota tuanya yang sangat minim tersentuh modernisasi. Jalan-jalan di kota tua ini gratis ya gais, yang harus bayar itu kalo masuk Alcazar de Segovia. Pokoknya yang tidak boleh dilewatkan disana adalah kongkow di cafe samping Alcazar de Segovia atau piknik di lapangan rumput hijau di belakang Alcazar sambil metik wild blackberry, guling-guling, ngapain kek serah kamu.
Segovia Aqueduct. Megah banget kan kek benteng.. wkwk |
Hari ke-7 : Cintaku di Barcelona...
“Peluklah diriku mesra... Dalam cinta”
Sebagai pengikat rindu
Akan kukenang slalu
Cintaku di Barcelona...”
--
Ekpektasi : akan terjadi hal-hal indah di Barcelona, misalnya ketemu Gavi lagi nongkrong di resto sekitaran Gothic Quarter,
Realita : Agung dideketin orang jahat yang mau tepu-tepu atau ngerampok, engga tau deh.
Merasa tidak aman adalah perasaan yang paling dominan saya rasakan saat itu di Barcelona. Walaupun sedari awal sudah aware untuk ekstra hati-hati menjaga barang bawaan karena banyaknya copet atau penipu ulung yang ganteng/cantik disana, tapi sebenarnya kemarin saya sedikit underestimate sih. Baru pas sampai di lokasi, nah lho! Banyak banget orang di jalanan yaampun.. saya otomatis ngebekep tas sererat-eratnya. Bener-bener enggak nyantai.
PS : memotret Sagrada itu syulit, memanjang ke atas juga ke samping, mungkin faktor sekil juga sih! Haha. |
Ide ke Barcelona ini memang request saya. Barcelona terlalu mainstream & touristy bagi kami yang lebih suka explore tempat baru dan tidak rame-rame amat. Tapi saya berpikir sayang aja sih kalo sudah ke Spanyol tapi tidak ke Barcelona. Dan yang lebih penting lagi, saya tidak bisa merelakan untuk tidak napak tilas lokasi yang jadi latar novelnya Dan Brown, Origin. Paling tidak Sagrada Familia. Bagi klean yang sudah pernah baca novel Dan Brown, pasti tahu kalo doi adalah tipikal yang menjelaskan lokasi bahkan suasana dengan sangat detil. Saat baca novelnya, saya benar-benar serasa berada di dalam Sagrada, berjalan pelan sambil terus mendongak ke atas. Kalo dari ceritanya saja secantik itu, siapa yang tidak penasaran kan?
Teman saya yang baik hati ini mengabulkan permintaan saya mampir ke Sagrada Familia. Sore itu Barcelona gloomy dan gerimis. Uunch.. romantis… kagak cuy, rempong! Hahaha. Romantis itu, kalo pas hujan gitu kamu lagi di dalam cafe, pesen minuman anget, denger musik yang terdengar sayup-sayup. Kalo neduh di emperan mekdi ya enggak! Wkwk. Saya merasa kepayahan banget hari itu, pengen foto Sagrada tapi bingung jagain kamera biar enggak basah, sama kudu jagain tas. Duh parno banget lah! Tapi akhirnya masuk Sagrada kan? Enggak, hehe. Selain jiper sama harga tiketnya, waktunya kurang juga. Lebih ke alasan pertama sih. Wkwk. Lain kali deh ya Sagrada, janjih!
Walaupun kamu terkagum-kagum sama indahnya Sagrada, jangan lengah ya gais. Kami saat itu tidak lengah sih, tapi tiba-tiba Agung dideketin oleh pasangan yang nampak seperti turis juga. Saat itu saya tidak curiga, karena awal percakapannya hanya saling tanya asal masing-masing. Saya lalu ninggalin Agung yang masih ngobrol sama mereka dan melipir ke sisi jalan untuk mengambil foto Sagrada. Enggak lama saya samperin mereka lagi dan Agung langsung ngajakin saya balik, pasangan itu masih di depan kami. “Kayaknya penipu mereka fir!” HAH! Tangan saya refleks ngebekep tas. Secepat kilat kami pamitan dengan tetap berusaha senatural mungkin. Di jalan pulang Agung cerita, “Abis kenalan tadi dia nanyain mata uang Indonesia apa, trus minta ditunjukkin uangnya kayak apa. Gue bilang enggak pegang. Itu kalo gue nunjukin dompet, dijambret kali ya!” Alamak! Untung Agung masih fokes walaupun udah capek berat abis kepanasan dari Sitges dan jalan keliling Gothic Quarter seharian itu. Akhirnya kami memutuskan pulang ke Hostel, dari pada nganu kan… lagian besoknya kami juga harus berangkat pagi-pagi sekali ke Bandara.
Hari ke-8 : Satu Hari Nano-nano!
Hari sebelumnya kami sampai Hostel cukup larut, kayaknya di atas jam 10 malam. Capek, lepek, kehabisan baju bersih, packingan masih belum rapi, campur aduk perasaan saya. Saya akhirnya memutuskan untuk nyuci, biar tidak bau acem dan meracuni udara di pesawat. Wkwk. Ditengah lamunan nunggu cucian beres, saya mendongak melihat langit Barcelona yang bersih dengan bintang kelap-kelip. Walaupun di Barcelona yah… cukup melelahkan, tapi saya enggak nyesal kesini, kata saya dalam hati dan tiba-tiba sedih karena harus say goodbye ke Spanyol.
Rangkaian kegiatan mencuci dan packing selesai jam 1-an dini hari. Lelah dan ngantuk to de max, tapi taksi ke Bandara sudah di-booking jam 4 subuh. Saya dilema banget milih tidur atau enggak, dan akhirnya mutusin tidur-tidur ayam pakai baju yang mau dipakai ke Bandara. Jadi begitu bangun langsung capcusss. Wkwk. Kami pesen taksi lewat hotel seharga sekitar 450K per orang. Mahal bat padahal durasi perjalanan enggak sampai 15 menit. Saya, antara sadar dan tidak, menyeret koper dan naik taksi. Satu taksi diisi tiga penumpang, saya, Agung, dan turis lain. Pas taksinya udah jalan, wohooo! saya yang tadinya ngantuk banget tiba-tiba melek karena syok. Supirnya kayak Toretto gais, enggak kenal rem. Astagaaa. Senam jantung pagi-pagi buta! 😖
Sampai Zurich disambut hujan gerimis. |
Hari ke-8 ini adalah hari terkahir di Spanyol, dan kami akan terbang dari Barcelona ke Zurich dengan lama perjalanan sekitar 1 jam. Kami sampai Zurich tanpa drama, tapi sedih banget karena hampir seluruh kota di Swiss hujan. Hiks. Padahal sengaja tu, bikin penerbangan PP Zurich supaya bisa mampir sehari ke Interlaken. Kami cek berkali-kali tu Interlaken live webcam, tapi tidak ada harapan karena disana juga hujan deras dan gunungnya tertutup awan hitam. Huaaa, yasudahlah namanya belum jodoh mau gimana. Nanti datang lagi deh! Azeeek!
Belum move on dari kegagalan Interlaken, kami menyadari satu kenyataan pahit yang tak lain dan tak bukan adalah apa-apa mahal di Zurich. Mulai dari tarif tram dari Bandara ke kota seharga 100k sekali jalan, hostel seharga 900k semalam, aqua 45k, sampai pipis 30k. “Gimana nih Gung? Tau gitu kemarin mbekel dari Spanyol”, kata saya yang diamini Agung. Karena udah kena mental, mau beli roti di Supermarket saja saya sampai mikir-mikir banget. Hahaha... Dasar qismeen. Btw, saya seneng banget sama Supermarket disana. Mereka jual bunga-bunga segar yang di-display di pintu masuk. Saya jadi ngebayangin kalo saya tinggal disana. Saya akan pergi ke Supermarket naik sepeda. Pulang belanja saya akan bawa bunga di keranjang trus sampai rumah ditata deket dapur. Duh, happy banget kayaknya! Semoga ya Allah, semoga…tolong aminin juga ya gais! xixi.
Zurich yang gloomy. Salah satu lokasi syuting CLOY di Zurich adalah di gereja tua dengan menara hijau itu. |
Setelah ngademin ati dengan berjanji akan datang lagi nanti khusus ke Swiss aja, kami akhirnya memutuskan tidak kemana-mana dan akan menikmati Zurich dan ke selow-an-nya. Rasanya berbeda banget dengan Spanyol sebelumnya yang atraktif dan colourful. Pemandangan di Zurich monokrom abu-abu/biru donker dan terkesan kalem. Saya langsung nge-judge, “ini gue banget deh!”, dan tetiba sadar kalo mutusin Zurich sebagai penutup trip kami kali ini itu cucok banget, abis seru-seruan trus slow down nikmatin pemandangan di sekitar danau Zurich yang berwarna turquoise. Berarti kalian cuma duduk-duduk di pinggir danau aja? Bukan Agung namanya kalo enggak ada rencana, hehe. Dia ngajakin jalan-jalan ke Altstadt (Old Town) dan napak tilas ke lokasi syuting Crash Landing on You. Tau aje ah si Agung nih, terobsesi Hyun Bin keknya nih bocah. Hahaha. Setelah foto-foto, reka adegan CLOY, dan main ayunan, hari yang nano-nano itu ditutup dengan tidur nyaman di bawah selimut hostel yang hangat.
CLOY syuting di taman ini juga, di belakang sana. Adegan HB lagi main piano di deket fountain. |
Hari ke-9 dan 10 : Aku Janji Datang Lagi Nanti!
Pagi itu saya tebangun pagi sekali dan ngerasa bugar banget. Hawa pagi disana nyaman banget, rasanya saya seperti menghirup udara paling berkualitas sepanjang 2 tahun belakangan, hehehe. Udara yang segar banget itu membuat saya random kepikiran buat jogging, tapi sayang tidak bawa sepatu. Lalu kepikiran mau sewa sepeda, tapi terlalu mepet dan emangnya ada yang buka jam 6 pagi? Akhirnya saya memutuskan JJP aja di sekitaran danau. Pemandangan pagi itu, di pinggiran danau depan hostel penuh dengan deretan speedboat yang sedang diparkir. Ada juga orang lokal yang lagi mancing sambil ngobrol santai di atas perahu, “saya ikut dong pak?”, saya ngomong sendiri. Fyi, ikan di danau Zurich ini buesar-buesar banget gais, seukuran ikan yang ada di kolam buatan/hias itu lho, gembul dan gemoooy~
Saya lanjut jalan tanpa arah lalu ketemu tante-tante yang lagi jogging, kami saling sapa lewat senyuman. Saya lihat si tante tadi keluar dari terowongan dan saya jadi terinspirasi lewat sana juga. Ternyata disana banyak botol minuman beralkohol yang menggelinding, beberapa pecah (seperti sengaja dibanting) dan kacanya berserakan, plus bau pesing. Jadi nyesal saya, merusak sendiri kenangan yang sedari tadi indah. Untungnya, keluar dari terowongan saya melihat deretan rumah di bukit yang sebagian masih tertutup kabut mulai disinari matahari yang baru terbit. INDAAAH! Sudut pandang saya berurut dari atas adalah langit, kabut putih, rumah-rumah di bukit yang ditimpa sinar matahari, lalu danau hijau-biru dengan banyak bebek gemuk sedang berenang santai. Saya refleks berjanji dalam hati untuk datang lagi nanti, dengan persiapan yang lebih baik, siap budget, siap waktu, siap menetap, eh? amiiin...hihihi.
Kalo pengen foto 100 gaya no bocor-bocor, bangunlah pagi-pagi. Niscaya… |
Ngomong-ngomong soal Swiss, trip ini adalah sebuah ketidakjujuran yang menjadi kenyataan. Jadi, saat mengajukan perpanjangan paspor dulu saya sempat enggak jujur sama Petugas. Saat itu (2021) pengurusan perpanjangan paspor masih sangat terbatas untuk keperluan yang mendesak saja, covid masih naik turun kan. Saya bilang kalo saya harus ke Swiss karena tugas kantor, ada kunjungan terkait rencana kerjasama dengan IAT*. Dalam hati saya bilang, rencana kerjasama-nya beneran tapi bukan saya PIC-nya trus saya memang mau ke Swiss kok pak walaupun belum tahu kapan. Syukur alhamdulillah kesampaian juga, jadi saya tidak jadi bohong ya pak Petugas! Ekekek.
Hari terkahir trip yurop ini kami tutup dengan makan di restoran vegetarian legendaris yang makanannya, duh endulitaaa... Nama restonya Hiltl Sihlpost, the oldest vegetarian restaurant in the world (since 1898), jarene. Kami terharu banget sih bisa menemukan restoran ini secara tidak sengaja, setelah resto Timur Tengah yang mau kami datangi tutup. Model resto-nya buffet dan banyak variasi makanannya sampai rendang pun ada. Sistem bayarnya tidak pakai aturan paketan (AYCE) seperti disini gitu, tapi ada harga per 100 gram makanan di piring. Jadi, kita bebas mengambil apa saja yang kita mau lalu makanannya akan ditimbang. Nah, kita bayarnya seharga berapa gram makanan yang ada di piring kita. Unik ya? Saya bahagia banget sih saat itu, makannya sambil goyang-goyang, hehe. Akhirnya sempurna lah trip yurop ini, ditutup dengan makanan yang enak banget nget nget... ingin ku menangoy, huhu... happy banget!
Golden hour! 😊 |
Nah, gitu deh kurang lebih itinerary Spanyol - Swiss kemarin. Sekarang saya rekap ya biayanya, duh deg-deg-an nih! hehe.
Pesawat (CGK - ZRH) = 7,4 juta
Pesawat (ZRH - MAD, BCN - ZRH) = 1,9 juta
Bus (Madrid - Granada) = 650 ribu
Kereta (Madrid - Toledo) = 350 ribu
Kereta (Madrid - Segovia) = 350 ribu
Kereta (Madrid - Barcelona) = 250 ribu
Kereta (Barcelona - Sitges) = 150 ribu
Transport dalam kota (estimate) = 750 ribu
Transportasi (all) = 11,8 juta (buletin 12 juta)
Hotel Granada (1 malam) = 400 ribu
Hotel Madrid (3 malam) = 750 ribu
Hotel Barcelona (1 malam) = 450 ribu
Hotel Zurich (1 malam) = 900 ribu
Penginapan (all) = 2,5 juta
Makan proper 1-2 kali/hari = 2,5 juta (@ 150-200 ribu)
Jajan = 500 ribu
Makanan (all) = 3 juta
Tiket Alhambra = 230 ribu
Insurance = 400 ribu
Visa = 1,6 juta
Lain-lain = 2,23 juta (buletin 2,5 juta)
Total (all in) = 20 juta
Nah, jadi segitu ya gais pengeluaran di trip kemarin. Kalo misal mau beli oleh-oleh magnet atau coklat gitu, kamu budgetin 1 juta cukup sih. Oke deh gitu aja, semoga bisa jadi referensi yha! ¡Hasta luego!
Posting Komentar