Sabtu, 12 Februari 2022

Pertama Kali, Menikmati Cherry Blossom seperti Seorang Filsuf!


Ah, sudah mau habis saja bulan Februari! Siapa yang belakangan ini ngelihatin foto liburan dan ngerasa enggak sabar nunggu border dibuka gaes? Saya salah satunya. Berkat pandemi selama 2 tahun ini, paspor saya kadaluarsa dengan lebih dari setengah halamannya kosong. Emang kalo enggak pandemi bakalan penuh? Yha, engga juga sih.. wkwk. Tiket yang sudah dibeli dua tahun lalu pun masih gantung, belum tau mau milih destinasi kemana nantinya. Saya dan sahabat bergantian posting foto kami saat liburan dulu, atau nyeritain momen-momen seru waktu kami ngalamin hal-hal yang beda atau baru di negeri antah berantah untuk melepaskan rindu travelling. Tapi bukannya terobati, saya malah makin rindu berat dan berakhir scroll-in gallery foto dan ngomong sama diri sendiri, “I was happy”. Hehe.


Sebentar lagi udah mau musim semi nih, dan explore instagram saya pasti dipenuhi foto cherry blossom (karena saya follow banyak akun travelling). Yha, sepertiga lah, duapertiganya foto Hong Banjang atau Choi Ung. Hehe. Ngomongin soal sakura, saya melihat sakura pertama kali di Jepang. Mind blowing enggak? Haha. Saya sebenarnya enggak seberapa antusias sih sama sakura. Bukannya saya mati rasa trus enggak bisa mengagumi keindahan gitu, bukan. Saya jadi malas menetapkan tujuan ke Jepang untuk melihat sakura karena itu mainstream banget buat orang Indonesia. Padahal mah seluruh dunia juga begitu, enggak cuma orang Indonesia. Haha. Alasan sebenarnya itu, komen dari teman-teman saya setelah mereka tahu saya akan ke Jepang sekitar pertengahan April. “Ah, tanggal segitu mah sakura udah rontok”, gitu mereka bilang. Lalu demi menyelamatkan harga diri saya, saya bilang kalo tujuan saya ke Jepang tidak semata-mata mau lihat sakura dan tidak bakalan pulang berderai air mata kalo sakuranya udah rontok. Memang tidak sih, saya ke Jepang semata-mata karena dapat tiket ANA PP 6 juta. Wkwk.


Berkat omongan teman saya tadi, alhasil saya enggak membuat rencana sama sekali buat hanami, ya seketemunya sakura di jalan aja trus foto gitu. Sampai akhirnya 1 bulan sebelum keberangkatan, salah satu teman saya yang lagi stres-stresnya memutuskan secara impulsive buat ngikut saya ke Jepang. Rencana awalnya saya memang akan solo travelling. Sudah saya niatkan saat membeli tiket waktu itu, karena mencari teman pergi trus baru membeli tiket promo itu rada susah, keburu promonya gone. Jadi yha, ambil dulu kesempatannya, sisanya dipikir nanti. Hehe. Kalian gitu juga enggak gaes?


Cikung membeli tiket non-promo dan bilang satu-satunya harapan dia ke Jepang adalah melihat sakura. Jeng, jeng, jeng! Lha yaopo sih tinggal sebulan, mosok ganti itinerary. Sebenarnya bisa saja sih saya bilang saya mau cari wangsit, jadi mau pergi sendiri aja. Tapi karena saya menjunjung tinggi prinsip “enggak tegaan is my layfe”, jadilah saya naruh beberapa spot femes untuk hanami di itinerary. Dan sebagai member Anti-PHP Club, saya enggak lupa mengingatkan ke Cikung untuk menyiapkan hati. Mungkin aja pas sampai sana pohonnya udah pada gundul.


Singkat cerita nih, saya dan Cikung udah di Jepang, di hari kami otw ke Kyoto naik kereta. Sampai di stasiun, mata saya berbinar-binar melihat toko oleh-oleh yang display-nya penuh sama kue-kue yang bungkusnya gemash. Sefruit fakta, penyebab liburan ke Jepang itu mahal adalah banyaknya jajanan gemash yang enak-enak banget jadi enggak kuat nahan nafsu untuk beli, selain karena cost of living disana memang mahal. Udah lah ya soal kue, balik lagi ke perjalanan mencari jodoh. Lah? Setelah scanning area stasiun, saya kebetulan menemukan papan informasi yang isinya tanggal perkiraan sakura mekar sempurna (full bloom) di area Kyoto, dan itu 2 hari ke depan! WAH! Apalah kita ini ya, manusia yang sok tau. Seketika saya bahagia sekali karena bisa update foto sakura di instagram nanti, merasa menang. HAHAHA!




Hari itu Kyoto hujan gerimis, langit yang gloomy membuat suasana kota menjadi syahdu. Setelah wara-wiri di Stasiun Kyoto mengurus tiket ke Tateyama Kurobe Alpine Route, kami naik kereta lokal menuju hostel yang jaraknya sekitar 15 menit (naik kereta+jalan kaki). Tepat setelah keluar stasiun dekat hostel, kami melihat deretan pohon sakura dipinggir sungai yang sedang mekar berwarna pink memesona mata. Itu seperti pertanda baik bahwa kami akan melihat bukan cuma satu-dua, tapi banyak sakura. Yeay! Khawatir petal sakuranya akan rontok karena hujan hari itu, kami bergegas menuju ke Tetsugaku No Michi setelah meletakkan tas di hostel.


Tetsugaku No Michi atau Philosopher’s Path adalah jalan setapak di samping kanal yang penuh dengan deretan pohon sakura. Kebayang kan indahnya kalo sepanjang jalan itu pink? Dibagian bawah pohonnya juga ada lumut-lumut lucu, penanda pohon sakura disini sudah cukup berumur. Karena milihnya mendadaque, saya enggak sempat google sebelumnya tentang tempat ini. Sore itu kami naik bus hop-on hop-off dari dekat hostel dan turun di kawasan perumahan yang sepinya minta ampun. Kami sampai takut mau ngobrol agak kenceng. Kalo misal ada orang iseng ngagetin gitu, pasti saya refleks nonjok karena saking tegangnya. Tentu saja kami merasa salah tempat karena disana benar-benar tidak ada orang lain selain saya dan Cikung, juga tidak ada tanda-tanda pohon sakura. Jalanan juga kosong melompong setelah bus yang kami naiki pergi. Hujan menambah nuansanya menjadi semakin horor, tapi saya berusaha mengontrol ekspresi muka sebaik mungkin biar Cikung tidak panik. Kami akhirnya ikut feeling aja dan masuk lebih dalam ke perumahan. Setelah berjalan sekitar 50 meter-an, akhirnya kami papasan juga sama orang. “Itu beneran orang kung!”, kata saya meyakinkan diri sendiri.




Tidak lama setelah papasan dengan orang-orang tadi, saya kebengong karena pemandangan di depan mata saya.. shining, shimmering, splendid! Saya sampai cuma bisa bilang, “WOAH!, WOAAH!, WOAAA~H!” Rasanya hampir mirip seperti saat kita nemu berlembar-lembar uang warna merah di saku celana/jaket pas lagi nyuci padahal kita udah lupa, terkejoet dan merasa bejo banget! Wkwk. Deretan pohon berbunga pink dan putih ditambah suara rintik hujan memberi nuansa magis yang menghipnotis di jalan setapak itu. Saya sama Cikung lihat-lihatan dan otomatis senyum-senyum tanpa kata-kata, Alhamdulillah. Saya yang sedari awal tidak terlalu berharap bisa melihat sakura, tapi dikasih pemandangan seindah ini, Allah baik banget. Pemandangan yang memanjakan mata itu membuat hati tentram dan seketika mengingatkan saya dengan orang-orang yang saya sayangi. Saya video call Ibu saya, Cikung juga. Kelakuan kami jadi sama persis, benar-benar seperti terhipnotis! Hehe.




Sebenarnya jalan setapak ini menghubungkan temples kuno yang indah banget, tapi sayangnya saya baru taunya pas nulis tulisan ini. Kamu bisa cek lengkapnya disini. Tapi berjalan pelan di tempat ini sambil mendengar aliran air di kanal, rintik hujan, sampai suara langkah kita sendiri seperti sebuah healing. Bagi saya itu pengalaman pertama yang lebih dari cukup. Pantas saja profesor filsuf Kitaro Nishida suka JJS disini sembari meditasi. Kalo saya tinggal di perumahan sini, mungkin saya akan makan, kerja, tidur siang di pinggir kanal ini, nggelar tiker. Level kebahagiaannya bakal naik kali ya. Etapi enggak juga ding! Kalo lihat tipe rumahnya sepertinya harganya mihil banget. Bisa-bisa nyicil seumur hidup kalo belinya pakai gaji buruh ketik gini. Hahaha.


Anyway, ini tulisan pertama saya setelah wacana mulu sejak 3 tahun yang lalu. Haha. Karena saya tidak ingin momen “Pertama kali” saya hilang begitu saja, saya pingin berbagi sekaligus menyimpan kenangan di blog ini. Semoga kopit bangke cepetan gone, dan kita bisa bikin petualangan & cerita baru. See ya!

6 komentar

  1. Jadi salah satu orang yg beruntung karena tau dan baca blog ini di H-1 workdays~
    Yang sangat-sangat aku suka "saat" dan "setelah" membaca ini adalah, aku merasa benar2 "diajak" ke dalam cerita penulis, karena bahasa yang digunakan dan juga foto dengan jumlah yang cukup, dan bisa capture the moments well. dan tak lupa gara2 baca postingan penulis, aku jadi tau beberapa kosakata baru seperti itinerary dan hanami!! hahahah

    Oh ya satu lagi, anehnya pas scrolling terus ke bawah aku ngerasain sedikit kecewa, ya, ketika ternyata udah abis! Ini bukan hiperbola, tapi emang tadi masih pengen baca terus karena penasaran gimana suasana hanami di Jepang khususnya di Philosopher's Path!!

    Looking forward for your next post!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. That's very kind of you! Terima kasih yha!
      Karena aku masih amatir, jadi masih struggle buat nulis kalimat demi kalimat. Kalo kamu suka baca, coba ke aplatefortwo.com deh.. banyak cerita-cerita seru disana, ada aku nya juga..hehe :)

      Hapus
  2. Penulisan cerita yang ekspresif namun dikemas secara sederhana, dengan beberapa foto yang disertakan di cerita ini, membuatku benar" bisa membayangkan indahnya suasana disana, dan sedikit mengerti 'I was happy' yang penulis maksud.

    Apalagi bagian menghubungi orang yang kita sayang, kemudian fakta bahwa teman penulis yang sedang stress secara mendadak ingin ikut dalam trip ini. Yang awalnya tidak terlalu berharap pada sakura, tapi ternyata dikejutkan dengan hal sebaliknya. Seperti sebuah 'short healing' juga untukku :)

    So excited for another story!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih respon positifnya ya Dilla.. terharu nih aku.. jadi nambahin semangatku buat nulis.. nanti kalo ada post baru, mampir lagi yah~

      Hapus
  3. ว้าว มันเจ๋งจริงๆ ช่างเป็นประสบการณ์ที่น่าอัศจรรย์จริงๆ

    BalasHapus